Singapore's Founding Father : LEE KUAN YEW
Lee
Kuan Yew (1923-2015) lahir di Singapura tepatnya pada tanggal 16 September 1923. Ia
merupakan putra sulung dari pasangan Lee Chin Koon(ayah) dan Chua Jum Neo(ibu)
ini merupakan generasi ketiga dari pendatang asal Cina. Beliau adalah Founding
Father Singapura yang sekaligus manjadi Perdana Menteri Pertama Singapura sejak
tahun 1959 hingga 1990.
Lee
sempat mengenyam pendidikan dasar di sekolah China, Choon Guan, selama empat
tahun. Namun, dengan pengaruh Inggris
yang kuat, kakek Lee memutuskan untuk memberi cucunya pendidikan Inggris,
bahkan kakeknya memanggil dirinya dengan panggilan Harry Lee(nama panggilan
masa kecil. Akhirnya Lee muda menjalani pendidikan di SD Telok Kurau Raffles
Institution dan Raffles College. Lee memperolah beasiswa untuk kuliah di
Raffles College, yang kini bernama Universitas Nasional Singapura. Namun
pendidikan lanjutannya sempat tertunda akibat Perang Dunia II dan pendudukan
Jepang di Singapura pada 1942-1945.
Pada
masa itu, ia menjual Stikfas, sejenis lem yang dibuat dari tapioka, di pasar
gelap selama tiga tahun. Disamping itu, Lee yang sejak 1942 mengambil mata
pelajaran bahasa Mandarin dan bahasa Jepang bekerja sebagai penulis laporan
kilat Sekutu bagi Jepang serta menjadi editor bahasa Inggris untuk koran Jepang
Hobudu (alat propaganda) dari 1943-1944.
Setelah
perang berakhir, Lee melanjutkan pendidikan tingginya di Inggris. Lee sempat
melanjutkan pendidikan di Universitas Cambridge di bidang ekonomi. Tapi kemudian,
ia memilih untuk melanjutkan kuliahnya ke bidang hukum di Fitzwillian College.
Lee lulus dengan status Double Starred.
Ketika
hidup di Inggris dia menjadi pemuja Radio BBC World Service dan ikut serta berkampanye
untuk kawan satu universitas yang mencalonkan diri sebagai anggota parlemen untuk
wilayah pemilihan di Devon, di London barat.
Lee
yang menganut ideologi sosialisme pada masa kuliah pulang ke Singapura di tahun
1949 dan bekerja di firma hukum Laycock & Ong. Lee menjadi penasehat hukum serikat
buruh yang terkenal pada saat itu.
Kehidupan Pribadi
Lee
menikah dengan istrinya Kwa Geok Choo, saat ia sedang berkuliah di Inggris. Lee
dan istrinya, menikah tanpa sepengetahuan orangtu mereka. Namun keduanya
kembali menikah secara resmi pada tanggal 30 September 1950. Lee memiliki dua
putra dan satu putri. Putra tertuanya, Lee Hsien Loong, saat ini menjbat sebgai
Perdana Menteri Singapura, sejak 2004. Putra keduanya memegang posisi penting
di perusahaan telekomunikasi SingTel. Anak perempuannya, Lee Wei Ling, mengurus
Institusi Saraf Nasional.
Jalan Menuju Perdana Menteri
Pada
12 November 1954, Lee dan sejumlah koleganya dari kelas menengah berpendidikan
Inggris mendirikan partai sosialis Partai Aksi Rakyat yang disingkat dengan PAP.
PAP mendorong berdirinya pemerintahan Singapura yang berdaulat sehingga
kolonialisme Britania Raya dapat berkahir. Lee menjabat sebagai sekretaris
jendral yang pertama. Kemudian, dilaksanakan konferensi partai pertama yang digelar
di Victoria Memorial Hall, dihadiri
lebih dari 1.500 pendukung. Lee meraih kursi untuk daerah pemilihan Tanjong
Pagar, pada April 1955.
Lee
menjadi pemimpin oposisi terhadap koalisi pemerintah yang dikuasai partai
Barisan Buruh, dipimpin oleh David Saul Marshall. Posisi Lee Kuan sempat
terancam, setelah pro-komunis mengambilalih kepemimpinan PAP pada 1957. Namun,
Menteri Kepala Lim Yew Hock memerintahkan penangkapan massal tokoh-tokoh
pro-komunis sehingga Lee kembali menjabat sebgai sekjen PAP.
Pada
pemilu 30 Mei 1959, Lee meraih suara mayoritas. Ia memenangkan 43 dari 51 kursi
majelis legislatif. Inggris kemudian memberikan otonomi bagi Singapura, pada 3
Juni 1959 sehingga Singapura dapat mengatur semua urusan negara, kecuali dalam
hal pertahanan dan hubungan luar negeri. Akhirnya Lee Kuan Yew terpilih sebagai
Perdana Menteri pertama Singapura, menggantikan mantan Kepala Menteri
Singapura, Lim Yew Hock.
Lee
kembali terpilih menjadi PM untuk ketujuh kalinya berturut-turut dalam kondisi
Singapura yang bercondong kepada demokrasi terbatas(1063, 1968, 1972, 1976,
1980, 1984 dan 1988), hingga pengunduran dirinya pada November 1990 yang kemudian menjabat sebagai Menteri Senior
pada cabinet Goh Chok Tong. Pada Agustus 2004, tatkala Goh mundur dan
digantikan oleh anak Lee, Lee Hsien Loong, Goh menjabat sebagai Menteri Senior,
dan Lee Kuan Yew menjabat posisi baru, yakni Menteri Penasihat.
Hubungan dengan Malaysia
Pada
saat itu, Lee memimpin Singapura yang masih jauh dari kata makmur, kas negara kosong.
Para investor menyingkir karena tidak percaya negara pulau sekecil Singapura bias
bertahan. Bahkan air minum saja bergantung dari negara tetangga, Malaysia.
Sehingga di tahun 1963, Lee kemudian membawa Singapura bergabung dengan
negara-negara di semenanjung Malaya, yang bersama dengan Sabah dan Sarawak
membentuk Federasi Malaysia. Namun, pembentukan Malaysia itu ditentang
keras oleh presiden Soekarno dari Indonesia dan presiden Macapagal dari
Filiphina dikarenakan nama federasi tersebut adalah Malaysia. Sedangkan pada
masa konfrontasi dengan RI, Lee bertentang terus dengan pemerintahan di
kualalumpur yang dipimpin oleh Tuanku Abdul Rahman. PAP menuduh
pemimpin-pemimpin Malaysia menghasut penduduk Melayu untuk memusuhi PAP yang
dianggap berbahaya bagi dominasi UMBO, sedangkan pemimpin-pemimpin pemerintah
pusat di kualalumpur menuduh PAP selalu ikut campur dalam politik federal. Dari
hal tersebut menimbulkan meletusnya kerusuhan rasial pada juli 1964 yang
menimbulkan 23 korban jiwa dan 454 cedera. Peruncingan pertentangan antara Siingapura
dengan pemerintah pusat, menimbulkan singapura dikeluarkan dari Federasi
Malaysia.
Walau
lepas dari Malaysia, hubungan dagang dan militer tetap terjalin sementara
Inggris mempertahankan pangkalannya di Singapura untuk mendukung pertahanan
bersama Singapura dan Malaysia.
Program Reformasi
Pemisahan
Siingapura dari Malaysia, membuat Singapura menghadapi politik bertahan hidup
yang pelik. Lee menghadapi masalah yang serius seperti masalah keamanan dan
perekonomiannya, angka pengangguran yang tinggi, kurangnya permukiman warga,
dan korupsi yang meluas. Menghadapi masalah semacam ini Lee menerapkan program
reformasi atau perubahan besar-besaran untuk mengubah Singapura dari yang
awalnya disebut ‘limbah kemelaratan dan degradasi’ menjadi Negara industri
modern. PAP dibawah pimpinan Lee didukung kompetensi pegawai negeri sipil dan
relative bebas korupsi memacu warga singapura untuk mendukung program-program
pragmatisnya. Wajib militer bagi semua laki-laki diberlakukan pada 1967 sebagai
pasukan pertahanan warga Negara yang mumpuni dapat dibangun dari nol. Selain
itu pada 1980-an meningkatnya persaingan dari Negara-negara dengan upah rendah
dan pasar tenaga kerja semakin ketat di tanah air memaksa Singapura untuk
kembali membuat pergeseran padat modal berupah tinggi.
Sistem
pemerintahan yang bersih yang dibangun oleh Lee Kuan Yew ini menciptakan
kepercayaan dimata dunia, sehingga menarik investasi asing ke Singapura. Hal
itu terbukti dari “menurut laporan business Environment Risk Intellegence
(BERI) tahun 2014, Singapura adalah Negara nomor satu dengan potensi investasi
terbaik di dunia dan Negara dengan kemudahan berbasis terbaik” (Tzu, 1998:4).
Dalam meningkatkan perekonomian juga, Lee berfokus pada pembenahan sumber daya
manusia. Karena kualitas sumber daya manusia adalah factor utama dan yang
paling penting dalam menentukan kompetensi nasional. Karena itulah Lee
menggenjot kualitas pendidikan Singapura, Lee menjadikan pendidikan Singapura
berorientasi inovasi dan mancetak wirausahawan yang terpelajar dan harus mampu
menciptakan lapangan pekerjaan. Didasarkan pada “mereka yang punya otak cerdas
untuk menjadi pelajar juga harus menjadi investor, innovator, pemodal dan
wirausahawan, mereka harus membawa produk baru dan layanan ke pasar untuk
memperkaya kehidupan orang di manapun, tutur Lee” (Tzu, :5). Hal itu semata
untuk menciptakan Singapura menjadi Negara yang lebih maju dan sumber daya
manusia nya mampu bersaing di kancah dunia atau internasional.
Transformasi Singapura
Bekas
wilayah Kesultanan Riau Pulau Penyengat ini saat itu hanyalah pulau berawa-rawa
dengan perkampungan kumuh di sana sini. Sangat jauh untuk dapat menjadi model
peradaban dunia.
Lee
Kuan Yew bertekad untuk mengubahnya. Ia punya bekal untuk mengtransformasi
Singapura. Dari sebuah kampung pulau di khatulistiwa menjadi sebuah hub
–‘pelabuhan penghubung’—perekonomian global. Pengenalannya tentang Eropa
membuatnya tahu bagaimana wajah semestinya dari sebuah peradaban. Ia tahu pula
bagaimana membangun peradaban itu.
Pada
tahun 1965 Singapura merdeka dari Malaysia. Gagasan transformasi telah
menyelamatkan bahkan memajukan Singapura. Lee
melihat peluang itu. Singapura tak
punya sumberdaya apa-apa. Namun kawasan sekitarnya, kepulauan Nusantara ini,
adalah kawasan yang sangat kaya di dunia. Singapura bisa menjadi pusat
pengendali ekonomi kawasan ini.
Kunci
transformasi itu adalah mindset.
Pola pikir. Yakni transformasi pola pikir warga kampung pulau menjadi pola
pikir warga hub ekonomi dunia. Transformasi pola pikir itu dilakukan dengan
mentransformasi struktur. Baik struktur fisik maupun struktur sosial. Struktur
fisik dilakukan dengan membongkar kampung-kampung yang ada, menggantikannya
dengan perumahan bertingkat.
Housing
Development Board (HDB) menjadi titik awal transformasi oleh Lee Kuan Yew.
Bekas perkampungan dihijaukan menjadi kota. Penduduk ditampung di
perumahan-perumahan perkotaan. Dengan perubahan fisik seperti itu, perubahan
sosial pun dilakukan. Yakni mengubah “masyarakat tradisional” menjadi
“masyarakat industri”.
Ketertiban
menjadi pondasi dasarnya. Hal itu menyangkut kedisiplinan dan sekaligus
kebersihan. Membuang sampah sembarangan didenda. Begitu pula meludah di tempat
umum, dan juga membuang sisa permen karet. Seloroh “Singapore is a fine city”
memang mengemuka. Fine yang berarti denda, dapat pula berarti bagus. Dalam
konteks Singapura, denda itu terbukti membuatnya menjadi kota yang bagus.
Ketika
masyarakatnya tumbuh menjadi masyarakat industri, mudah bagi Lee Kuan Yew
menjadikan Singapura hub ekonomi global. Investor asing diundang dan disambut
baik. Infrastuktur dibangun habis-habisan. Ia ciptakan fasilitas terbaik untuk
investasi maupun untuk layanan sebagai hub dunia. Dalam infrastruktur,
pelabuhan Singapura salah satu yang terbaik di dunia. Begitu pula pelayanannya.
Itulah yang membuat banyak negara bergantung pada Singapura, termasuk
Indonesia.
Hasilnya,
Singapura tumbuh menjadi negara yang sangat makmur. Tingkat pendapatan
perkapita Singapura mencapai lebih dari 15 kali lipat pendapatan perkapita
Indonesia. Peringkat kesejahteraan masyarakatnya adalah 9 sementara Indonesia
di peringkat 107 dunia. Pencapaian dalam bidang kesehatan, pendidikan,
dan teknologi pun melesat. Begitu pula dalam berbagai bidang jasa yang
ditekuninya.
Meskipun
begitu, Singapura belum puas dengan pencapaiannya. Bagi mereka tak cukup dengan
hanya menjadi pusat keuangan dan ekonomi di kawasan Asia Pasifik Barat.
Negara itu juga menjelma menjadi pusat kegiatan budaya terpenting di kawasan
ini. Karya-karya maestro asal Indonesia seperti La Galigo dan Matah Ati menjadi
besar setelah dipentaskan di Singapura. Drama Broadway New York pun rutin
tampil di Singapura. Itu semua merupakan bagian dari hasil transformasi yang
diinisiasi Lee Kuan Yew.
James
MacGregor Burns (1978) memulai kajian transformasi dengan mengenalkan istilah
“kepemimpinan transformasional”. Dalam pandangannya, kepemimpinan tersebut
merupakan suatu proses di mana pemimpin dan pengikut saling membantu
meningkatkan diri menuju “jenjang moral dan motivasi yang lebih tinggi”.
Sejak
itu kajian kepemimpinan transformasi terus berlanjut. Termasuk yang dilakukan
‘bapak ensiklopedi kepemimpinan’ Bernard M. Bass (1985). Menurut Bass, seorang
pemimpin transformasi adalah seorang pemimpin yang memiliki kualitas. Dengan
kualitasnya, para pengikut menjadi “percaya, kagum, loyal, dan hormat” bahkan
“siap bekerja lebih keras dari semestinya”.
Lee
Kuan Yew memiliki kualitas seperti yang disebutkan oleh Bass. Ia tidak
tiba-tiba mentransformasi Singapura. Ia membangun modal kepemimpinan yang kuat
lebih dulu yang membuatnya mampu mentransformasi masyarakat kampung rawa-rawa
itu. Modalnya bukan sekadar modal kekuasaan politik, melainkan hal lain yang
lebih kuat yang membuat sebagian besar masyarakatnya percaya, kagum, loyal, dan
hormat, serta siap bekerja lebih keras dari semestinya.
Integritas
Lee Kwan Yew
Modal
berharga sekaligus pondasi utama transformasi Singapura oleh Lee Kuan Yew
adalah integritas. Aspek ini
menyangkut ketulusannya bahwa transformasi didorongnya memang benar untuk
kemajuan dan kesejahteraan seluruh bangsa Singapura. Bukan untuk kelompoknya.
Apalagi demi keluarga dan dirinya sendiri.
Semua
tahu bahwa Lee Kuan Yew seorang jujur dan dapat dipercaya. Itu modal utamanya.
Apalagi ia juga seorang yang sangat kompeten. Kepemimpinannya bukan hasil dari
‘menyihir publik’, melobi, atau ‘merebut kursi’. Kepemimpinannya merupakan buah
dari kapasitas atau kompetensinya. Ketulusan, kejujuran, plus kompetensi itulah
yang mengantarkannya ke level tinggi dalam integritas. Level yang secara umum
masih sulit diraih dalam kepemimpinan pemerintah maupun korporasi milik negara
di Indonesia.
Visi
yang Jelas
Bukan
hanya integritas yang menopang transformasi Singapura. Visi yang jelas juga
menjadi kunci transformasi yang dilakukan Lee Kuan Yew. Merasa terjepit oleh negara-negara
yang dominan beretnis Melayu, Singapura mengambil strategi Israel yang kuat di
tengah kawasan Arab yang keras. Visi Singapura bahkan terbukti lebih efektif
dibanding Israel, terbukti dari pencapaiannya sekarang.
Prinsip
Kiasu
Transformasi
itu juga ditopang dengan determinasi yang luar biasa. Singapura memiliki pinsip
Kiasu –bekerja ekstra keras karena tak ingin gagal. Prinsip Kiasu itu
dijalankan oleh seluruh elemen Singapura, mulai dari negara hingga masyarakat
bawah. Belakangan timbul kritik terhadap prinsip itu karena dipandang
membuat bangsa Singapura “kurang manusiawi”. Tetapi Kiasu itu telah menjadi
kunci determinasi kuat bagi transformasi Singapura.
Sinergi
Penopang
lain transformasi Singapura adalah sinergi. Berbeda dengan para pemimpin Israel
yang memilih konflik, Lee Kuan Yew memilih bersinergi dengan negara-negara
tetangganya. Untuk itu pada tahun 1973 Lee Kuan Yew rela menabur bunga di
pusara Usman dan Harun –pahlawan Indonesia yang digantung Singapura dalam
Konflik Malaya pada 1960-an. Hasilnya: Indonesia dalam banyak hal termasuk
enerji menjadi sangat tergantung pada Singapura.
Lee
Kuan Yew menunjukkan bagaimana sebuah transformasi besar dapat berjalan secara
benar-benar efektif. Integritas, visi, determinasi, hingga daya sinergi Lee
Kuan Yew telah mengantarkan Singapura menjadi seperti sekarang.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar